Gila Belanja


Mentari bersinar sempurna. Udara pun terasa menyengat kulit. Beberapa bulan terakhir kemarau panjang memang tengah melanda desa ini. 

"Tiittt tiiiitt", suara klakson mengagetkan lamunanku. 

"Ada paket majalah mba", cletuk pria berseragam jingga didepan rumah.

"Oh iya pak, terimakasih"

Tak lama, kurir itu pun segera berlalu dari hadapanku. 

"Paket apa itu?"

"Majalah, Bu"

"Belanja mulu, memang punya duit?"

Aku tak menjawab. 

"Kalau punya uang itu lebih baik disimpan. Ingat, kebutuhan anak kamu juga banyak", sambung ibu. 

"Ini majalah buat dijual lagi bu, bukan buat Tari"

"Lah kemarin-kemarin itu apa, gombal buat kamu pakai sendiri kan? Nggak usah beli-beli barang bekas terus ri"

"Apa to bu, itu kan baju bermerek, sepatu juga bermerek. Cari disini mana ada bu. Sepatu Tari kan ya sudah rusak, perlu ganti."

Ibu tak lagi berkomentar. Aku rasa, ibu tak ingin bila bercakapan ini berakhir cekcok. 

Beberapa hari ini, aku memang seperti orang ngidam. Apa-apa dipengini. Ini itu dibeli. Gambar-gambar di handphone seperti memiliki mantra pemikat. Padahal kantong sedang kering. 

"Apa to ri, kayak habis ngobrol sama ibu?"
"Gak papa mas. Ibu cuma komentar terkait sikap aku yang beberapa hari ini suka belanja barang bekas online"
"Iya sih, ibu ada benernya. Coba kamu kurangi belanja yang tidak perlu"
"Aku gak pernah beli barang bermerek dengan harga semurah itu mas"
"Iya mas paham, tapi barang-barang seperti itu kan belum penting untuk dibeli"
"Oke baiklah mas"

Nampaknya aku memang harus membuat benteng agar tak tergoda mantra barang online. Yaa.. meski harga barang itu seperti terjun payung dibanding harga toko, mall, maupun pasar. Wajar saja, dijaman milenial ini semua semakin mudah saja. Termasuk untuk mempertemukan konsumen dengan produsen. 




Comments

Populer Post

Penipuan Panggilan Tes Perusahaan Menggunakan Email dan Agen Travel

Resensi Novel Pesona Izmir

Libur Nasional Covid 19