Kebohongan Publik
A. Belajar dari Sejarah Pahlawan
Tulisan ini saya tulis berdasarkan referensi yang
saya baca dari sebuah majalah yang saya rahasiakan identitasnya.
Bercerita tentang pahlawan tentu tak pernah lepas
dari perjalanan sejarah bangsa ini, karena lembaran sejarah bangsa ini tak
pernah sepi dari peran para pahlawan, tidak ada satu halaman pun dari lembar
sejarah bangsa ini yang tidak ada peran pahlawan didalamnya.
Sayangnya, perjalanan sejarah bangsa ini serat
dengan ketidak jujuran, sarat dengan kepalsuan, dan sarat dengan kepentingan,
sehingga boleh jadi bangsa ini tidak tahu siapa jati dirinya, boleh jadi kita
sebuah bangsa yang linglung, sebuah bangsa yang tidak punya pegangan, dan
karenanya menjadikan bangsa kita mudah diintervensi.
Apa
yang diintervensi ?
Karena menyangkut per-sejarahan maka intervensi yang
paling besar adalah pola pikir atau cara pandang kita. Ini yang ditangkap dari
penulis berdasarkan tulisan sejarah yang ditulis oleh Ahmad Mansur S.
Contoh
sedikit penyimpangan sejarah yang ada di Indonesia :
1. Wali Songo
Lembaran sejarah yang bercerita tentang
sejarah para wali disekitar kita itu tidak ada yang valid. Bahkan yang lebih
memalukan, para peneliti sejarah dari luar negeri mem-validasi semua teks
sejarah yang bercerita tentang para wali di nyatakan penuh dengan mitos, alias
cerita dongeng, bukan fakta ilmiah. Jika dilihat dengan cara pandang yang lebih
ilmiah, para wali ialah seorang ahli agama, ahli dagang, ahli politik, dan ahli
perang.
2. Pangeran Diponegoro
Dalam lembaran yang kita baca dari SD
hingga SMA, Pangeran Diponegoro adalah pahlawan besar yang melawan penjajah
karena tanahnya direbut oleh Belanda. Padahal bukan karena itu, Pangeran
Dipnegoro adalah seorang yang memegang syariat Islam dengan teguh, Ia melawan
penjajah karena dedikasi imannya yang tinggi, Ia melawan karena tuntutannya
untuk menegakan syariat Islam di pulau Jawa tidak disetujui oleh Belanda.
Apa
akibat yang ditimbulkan dari penyimpangan sejarah ini ?
Sebuah perilaku menyimpang yang luar biasa. Banyak
masyarakat mengambil pemahaman agama dengan mendasarkan cerita sejarah wali
berdasarkan lembaran sejarah yang fiktif dan mitos. Maka kita dapat menjumpai
berbagai macam Islam campuran seperti : Islam campur Hindu, Islam campur
Syirik, Islam campur Bid’ah, bahkan Islam campur kebatinan dan kejawen.
Itupun baru contoh kecil, belum contoh lain seperti
Boedi Oetomo, RA Kartini, Soekarno, dan perjalanan sejarah yang lainnya yang
perlu ditelisik ulang, bukan tidak mungkin tulisan dan pengetahuan sejarah yang
telah kita peroleh sebelumnya memilki pengaburan dan kepalsuan. Dan secara
tidak sadar mungkin kita telah terkena oleh patogen akal bernama KEBOHONGAN
PUBLIK.
B.
Pikiranku
Yupss, blog ini memang ku proritaskan sebagai wadah
untukku mencurahkan setiap apa yang ada dalam pikiranku, karena memang sudah 20
tahun aku menyimpannya, dan sekarang waktunya aku berbicara tanpa perlu
merasakan takut. Aku berbicara tanpa terlalu mempedulikan perasaan orang lain,
untuk apa mempedulikan perasaan orang lain jika terkadang justru tindakan
seperti itu dapat mencegahmu untuk menyampaikan sesuatu yang menurutmu
merupakan ‘kebenaran’, iya kan kawan ? *norak bingiiit aq, hahaha
Bener bingiiit, aku langsung setuju meskipun aku
belum benar-benar membaca buku sejarah yang ditulis oleh Ahmad Mansur S.
Berdasarkan hasil analisisku, memang merupakan fakta yang teramat sangat aku
yakini bahwa bangsa kita memang bangsa yang serat dengan kebohongan publik,
serat dengan kepentingan, serat dengan pendewaan terhadap harta. Aneh, tapi
nyata dan fakta.
Mari
kita berpikir sejenak Kawan !
Dunia,
tempat sirkus..
Dunia benar-benar aneh, apakah kamu merasakannya
juga Kawan ?
Aku melihat terkadang orang begitu mudah marah dan
tersinggung, terkadang iri bahkan takut, tetapi pada saat tertentu mereka
bahagia pada apapun yang dikerjakan orang lain. Kenapa perasaan seperti itu
muncul dan hidup pada hati manusia, kenapa perasaan seperti itu ada. Apakah
karena manusia itu mahluk sosial yang pada setiap emosi dirinya terdapat
pengaruh dari lingkungan dan orang lain, maybe,
manusia memang selalu menjadi bagian aneh dari anehnya dunia seluruhnya.
Mengapa orang selalu ingin berpendapat, bahagia pada
saat dimana pendapatnya didengar, dan sedih saat dimana pendapatnya diabaikan.
Seorang yang apabila pendapatnya selalu didengar menjadikannya begitu dihargai
dan dianggap prestis. Aku mulai mengerti dan belajar untuk lebih mengerti akan
hal ini, mungkin inilah alasan mengapa banyak orang mendewakan jabatan, karena
pada dasarnya setiap manusia ingin menjadi pemimpin yang dituruti dan dihargai.
Terkadang akupun melihat dunia ini begitu ricuh, ada begitu banyak perebutan
kekuasaan yang tak cukup untuk aku mengerti.
Sejauh mata memandang dunia ini
penuh dengan prebutan harta, apakah dunia hanya sebatas ini, dunia hanya
sebatas tempat mencari harta dan persaingan untuk memperebutkannya, jika hal
itu nyata dan fakta tentu akan membuatku merasa menjadi seekor hewan, hewan
berwujud manusia. Kita sering melihat orang berharta itu begitu dihormati dan
ditakuti oleh masyarakat, kenapa bisa demikian, kenapa orang bisa takut dengan
harta, kenapa harta menjadikan seseorang begitu dihargai dan didengar, orang
berlomba-lomba mengejar jabatan yang dianggap terhormat, entah apa yang dicari,
entah apa yang ingin didapat, ada apa dibalik jabatan itu, uang ataukah
kehormatan, akupun belum cukup memahami dasar setiap pemikiran mengapa banyak
orang mendewakan jabatan.
Harta,
pangkal masalah bangsa..
Apakah karena dalam hidup, berdetak, bernafas, dan
berjalan manusia memerlukan energi, setiap energi yang dihasilkan bersumber
dari makanan yang dimakan, dan untuk mendapat makanan yang layak manusia
membutuhkan harta.
Kenapa harta ? apakah karena untuk memperoleh tempat
tinggal yang layak manusia memerlukan harta untuk memperolehnya, untuk memakai
pakaian yang layak manusia memerlukan harta untuk memperolehnya, untuk mendapat
pendidikan yang layak manusia memerlukan harta, untuk tetap sehat manusia
memerlukan harta, untuk sebuah kelayakan manusia memerlukan harta, aku mulai
mengerti ini dasar pemikiran paling logis yang digunakan manusia, logika
berdasarkan fakta.
Miskin,
seperti apa ?
Rasanya menjadi orang tak punya banyak harta. Yaaa
benar, kamu tidak bisa membeli tas, sepatu, baju, sandal bermerek dan
berkualitas, jalan-jalan ke mall, kemanapun yang kamu suka. Jangankan sesuatu
yang bermerek dan berkualitas, merek dan kualitas sajapun kami tidak diberi
kesempatan untuk tahu pengertian arti kata tersebut. Miskin itu terkadang tidak
berbeda jauh dengan buta, orang yang tidak tahu apa-apa kecuali berkerja
mencari uang untuk makan nasi dan lauk. Bahkan terkadang untuk mendapat nasi
dan lauk saja kami kesulitan, berhutang kesana kemari demi untuk satu kata
‘makan’.
Rumah bagus, sofa, prabotan mahal, motor apalagi
mobil, seringkali terasa menjadi barang mustahil, bahkan untuk membuat kamar
mandi keluarga saja kami kesulitan, untuk membangun tembok saja uang kami belum
cukup. Banyak sekali didesa-desa keluarga yang terlihat begitu nyaman dengan
rumah bambu, rumah yang hampir seluruh bangunannya terbuat dari bambu yang mana
apabila terjadi kebakaran pastilah yang akan tersisa hanya abu yang berterbangan
diatas tanah tanpa sisa puing-puing, yang apabila terjadi banjir pastilah yang
tersisa hanyalah dataran tanah yang rata.
Pendidikan ?
Mereka tidak menyadari pentingnya itu. Yang mereka
tahu pendidikan hanya milik orang kaya dan orang berotak pintar, bukan orang
miskin berotak bodoh. Apabila diantara orang miskin itu ada yang berpendidikan
hingga pada jenjang yang tinggi, mereka pasti akan melihat dan menganggapnya
sebagai anak seorang miskin berotak pintar. Bila dirasa, sebagai pelaku, saya
merasa ada yang aneh dan tidak pada tempatnya. Yaaa, kita memang sudah merdeka,
tetapi kita belum benar-benar merdeka dari kemiskinan. Aku mulai belajar
mengerti mengapa hal seperti ini ditakuti oleh sebagian besar manusia.
Abad kemelaratan !
Tulisan ini kutulis berdasarkan hasil analisisku
terhadap lingkungan sekitar. Dan, dapat dipastikan akan penuh dengan
kekuarangan oleh sebab pengetahuanku yang mungkin masih sangat terbatas.
Menengok pada sejarah bangsa Indonesia, ada sebab
kenapa kebanyakan masyarakat Indonesia phobia terhadap kemiskinan, dan yang
perlu ditegaskan, PHOBIA KEMISKINAN seolah menjadi penyakit genetik bangsa
Indonesia yang diturunkan dengan turun temurun dari generasi ke generasi.
Seperti yang telah kita ketahui, Indonesia pernah menjadi negara jajahan
barabad-abad baik itu oleh Inggris, Spanyol, Belanda, dan yang terakhir oleh
Jepang. Dalam masa jajahan selama hampir 370 tahun tentunya kita bisa
membayangkan betapa saat itu Indonesia menangis. Bangsa Indonesia mengalami
kemiskinan, tertindas, dan kesulitan memenuhi kebutuhan pokok, dan jauh dari
rasa aman.
Berdasarkan curhat dari Nenekku, untuk keluar rumah
apalagi berdagang ke pasar biasanya para pedagang dirundung rasa was-was,
karena sering terjadi penyerbuan tiba-tiba yang dilakukan oleh penjajah, dan
tanpa alasan yang diketahui tiba-tiba terjadi penembakan yang mengenaskan.
Mulai dari makanan, mereka makan dengan makanan yang
sangat sederhana, dengan bumbu yang sangat terbatas, bahkan bisa dimungkinkan
rasanya mendekati hambar. Daging ? sepertinya itu makanan yang diharamkan
dimakan oleh orang pribumi, bahkan roti pun itu makanan istimewa yang sangat
sulit didapat. Bisa kita review lagi
pelajaran sejarah yang pernah kita pelajari, semua itu terjadi karena seluruh
sumberdaya kita dieksploitasi oleh penjajah, hasil pertanian, tanah, dan
rempah-remah, bahkan manusia itu sendiri.
Sandang, tidak ada baju cantik secantik pakaian
kita. Mereka menggunakan karung untuk bahan pakaian, kalaupun ada kain itu
sulit didapat. Kehidupan yang dijalani bangsa Indonesia tempo dulu sangat
sederhana. Tempat tinggal ? yaaa, bisa kita bayangkan, senjata andalan kita
adalah bambu runcing, maka bambu pun menjadi bahan utama pembuatan rumah bangsa
Indonesia tempo dulu, dan beberapa rumah berbahan kayu.
Setelah masa penjajahan berakhir, dan Indonesia
memasuki masa kemerdekaan, dimulailah masa dinamika politik pemerintahan dan
ekonomi bangsa Indonesia. Dari sini pula pertanyaan demi pertanyaan mulai
menyembul-nyembul dalam benakku. Berdasarkan analisisku tentang perkembangan
bangsa Indonesia, walaupun Indonesia sudah merdeka, tetapi bangsa Indonesia belum sepenuhnya merdeka dari kemiskinan.
Berabad-abad Indonesia menjadi negara jajahan, hal
ini secara sadar tidak sadar sangat
mempengaruhi pola pikir masyarakat Indonesia. Orang tua kita sebagai generasi
1 Kemerdekaan, tentu pola
pikirnya masih terpengaruh oleh orang tua (yang sekarang nenek kakek kita) yang
sangat merasakan dampak penjajahan, dan kita sebagai sebagai generasi
ke 2 kemerdekaan sangat wajar jika masih terpengaruh oleh pola pikir
golongan tua yang masih merasakan dampak penjajahan secara jiwa dan raga.
Karena memang penjajahan berabad-abad tentu telah mempengaruhi pola pikir
bangsa Indonesia hingga 7 turunan.
Intinya, kita mendewakan harta karena masih adanya
pengaruh pola pikir nenek moyang kita yang terjajah, mereka phobia kemiskinan,
dan kita menjadi generasi muda bangsa yang masih mendapat pengaruhi pola pikir konvensional
tersebut. Tidak banyak sejarah kepahlawanan bangsa Indonesia yang menceritakan
tentang perwira usaha, tentang
orang-orang sukses dalam bisnis dan intelektualnya. Kita tahu hanya sejarah
organisasi yang berdikari tetapi pada ahirnya hanya sok berdikari yang hanya
melahirkan kepentingan pribadi dan oknum, perbedaan kepentingan yang pada
akhirnya justru menimbulkan perpecahan bangsa, sejarah kepahlawanan tentang
perlawanan terhadap penjajah yang masih kabur kebenarannya, dan sejarah pegawai
negeri yang merasa nyaman dalam posisinya. Apakah dengan pola pikir sekarang,
kita masih pantas disebut bangsa yang merdeka ?
Kemerdekaan sebenarnya masih hanya milik OKNUM KECIL
!
Masih sangat jelas terngiang, keluargaku sangat
menginginkan aku untuk menjadi seorang guru, jadi guru itu enak katanya.
Mendapat gaji, mendapat tunjangan, uangnya bisa digunangan untuk membuat rumah
gedong, beli motor, kerjanya santai, dan tidak perlu sering-sering meninggalkan
keluarga. Aku Cuma bisa nyengir dan bertanya dalam hati, apakah kelak aku bisa
memberi lebih banyak dari apa yang mereka bisa harapkan akan mereka dapat
dariku, tentunya dengan pola pikir lebih modern dan dengan cara yang lebih
bermanfaat ?
Semoga Alloh meridhoi, Amiiin.
Sekarang,
mari kita tengok pertanian Kawan !
Berdasarkan sumber yang saya baca (sumber
dirahasiakan), pertanian atau bercocok tanam merupakan bidang yang mendapat
perhatian penting dalam ajaran Islam, Islam telah mengajarkan umatnya untuk
bercocok tanam serta memanfaatkan lahan secara produktif, bahkan Rosululloh pun
sudah mengajarkan umatnya tata cara sewa lahan serta pembagian hasil cocok
tanam. Dari pertanian kita menghasilkan bahan makanan, bahan pakaian, bahkan
bahan bangunan. Dalam pertanian, bukan hanya petani yang dapat mengambil manfaatnya,
tetapi masyarakat dan negara pun mengambil manfaatnya karena apa yang kita
tanam merupakan kebutuhan setiap orang. Sehingga insyaAlloh yang dihasilkan
dari hasil-hasil pertanian didalamnya terdapat kebaikan dan manfaat untuk
negerinya.
“Tidaklah seorang
muslim menanam suatu tanaman melainkan apa yang dimakan dari tanaman itu
sebagai sedekah baginya, dan apa yang dicuri dari tanaman tersebut sebagai
sedekah baginya, dan tidaklah kepunyaan orang tersebut dikurangi melainkan
menjadi sedekah baginya” (HR. Muslim)
“Tidaklah
seorang muslim menanam pohon, tidak pula memanam tanaman, kemudian hasil
tanaman tersebut dimakan oleh burung, manusia, atau binatang lain, melainkan
(tanaman tersebut) menjadi sedekah baginya” (HR. Bukhari)
Namun berdasarkan sejarah bangsa Indonesia,
pertanian tidaklah menjadi bidang yang menjanjikan kekayaan harta, pertanian
identik dengan kemiskinan. Sejauh ini, dan sejak dahulu kala, pertanian
Indonesia menjadi tempat eksploitasi oleh penjajah, sang petani adalah korban,
ia selalu berpenghasilan rendah, mudah ditipu, bahkan seringkali tidak dibayar.
Petani adalah golongan miskin baik itu pada pra maupun pasca kemerdekaan. Namun
petani tidak tahu, pada saat itu Penjajah menjadi negara kaya karena
hasil-hasil pertanian kita yang pada saat itu begitu dibutuhkan dunia, bahkan
hingga saat ini. Hingga duniapun telah mengenal kita sebagai Zamrud
Khatulistiwa.
Sekarang, mungkin orang-orang pertanian dan
departemen-departemennya dianggap wadah yang tidak bergengsi, karena dari
bidang tersebut tidak banyak menghasilkan harta. Menurut hemat saya, masih
sangat wajar, karena pola pikir orang-orang yang beranggapan demikian masih
sangat dipengaruhi pola pikir orang-orang terjajah, dan pikiran merekapun masih
terjajah, belum merasakan kemerdekaan.
Yang perlu ditegaskan Kawan, mari kita belajar lebih
visioner dengan berusaha menghilangkan phobia kemiskinan. Indonesia, bangsa
kita, perlu orang-orang pemberani, Indonesia menantikan kehadiran para pahlawan
kembali. Tahun 2020 kita memasuki era pasar bebas, faktanya pertanian yang
kelak memilki peluang sebagai harapan bangsa ini, siapa yang mengelola ?
Orang tua kita yang sudah renta dengan pemikiran
konvensional seperti itu, kalian tega menyerahkan pertanian yang sejatinya
memilki peluang besar memasuki pasar bebas pada generasi tua yang sejatinya
tidak cukup kuat menghadapi persaingan dunia. Jika bukan kita, siapa lagi ?
Kita harus berani mendekati kemiskinan, untuk
belajar bersama mengangkat pertanian kepermukaan dan mengangkat bangsa ini
untuk mampu tetap berdiri mengahdapai persaingan pasar bebas nantinya. Indonesia
membutuhkan kehadiran pahlawan-pahlawan pertanian, Indonesia memerlukan
kehadiran pahlawan-pahlawan lingkungan dan ekosistem.
Taukah
kau ?
Industri yang sebagian besar bergerak dibidang pangan sangat tergantung pada hasil-hasil
pertanian. Kelestarian lingkungan sangat tergantung pada ahli-ahli pertanian !
Jadi, berhentilah
rendah diri sebagai ahli pertanian, kita adalah calon-calon pahlawan bangsa
ini, tugas kita memang berat dan penuh dengan resiko. Kalau Belanda mampu
menjadi bangsa yang kaya karena pertanian, apakah suatu saat nanti kita juga
mampu membuktikan pada dunia bahwa kita mampu berada pada posisi Belanda saat
itu dengan pertanian kita ?
Tentu semua ada ditangan kita sebagai generasi
penerusnya ~_^
Korupsi
?
Itu hal yang sudah mewabah dari awal masa
kepemimpinan bangsa Indonesa yang merupakan efek pola pikir konvensiaonal
bangsa kita yang hingga detik ini masih mendarah daging. Harta memang menjadi
problematika bangsa ini yang kronis dan cukup menakutkan. Menurut hemat saya,
masih maraknya korupsi dinegara kita karena pemimpinnya merupakan generasi tua
yang masih memakai pola pikir konvensional. Jadi, jika ingin membersihkan
negara dari perilaku korupsi, jangan langsung main bunuh dan tembak menembak
koruptor kalau belum mampu mengubah pola pikir generasimu, karena dengan pola
pikir yang sama mustahil kehidupan bersih dapat tercapai. Korupsi bukan tentang siapa pelakunya, tetapi tentang pola pikir
bangsamu. Tentu, yang bisa mengakhiri kisah konvensional ini adalah kita,
kita harus belajar membentuk pola pikir modern dan menghapus pola pikir
konvensional yang mendewakan harta. Bismillah, mari kita sama-sama belajar.
Kebohongan
publik ?
Yupsss, ini adalah kisah dan pola pemikiran peninggalan
per-sejarah penjajahan, bangsa Indonesia itu penuh dengan
kepentingan-kepentingan, untuk mencapai suatu kepentingan bukan tidak mungkin
menyembunyikan apa yang seharusnya ditampilkan, dan menampilkan sesuatu yang
tidak akan menghambat tercapainya suatu kepentingan oknum berkepentingan
tersebut, sekalipun itu adalah dari bangsa kita sendiri. Dan, perlu diingat
bangsa kita adalah bangsa yang lemah dan pengecut, yang tidak cukup memilki
keberanian melawan kekuasaan bangsa barat. Terkadang kita harus belajar
memahami “dunia itu palsu, dan pikiran kita adalah nyata”. Kita bisa
mengambil pelajaran dari kisah sejarah Belajar
dari Sejarah Pahlawan diatas.
Menjadi sebuah pertanyaan besar, sesuatu yang aneh, negara yang pertama kali mengakui
kemerdekaan bangsa kita adalah Mesir dan sekitarnya, tetapi mengapa justru kita
berkiblat pada bangsa barat yang
sejatinya telah menjajah kita selama berabad-abad, aneh tetapi fakta dan nyata.
Di Indonesia seorang yang jujur dan tidak berkiblat
pada harta masih sebuah oknum kecil
meskipun itu dilingkungan rendah sekalipun. Karena sebenarnya mereka masih
terjajah dan belum merdeka. Kesimpulannya, kita harus menjadi generasi muda yang kritis terhadap perubahan dan kejadian-kejadian yang berkemabang pada lingkungan kita. Apa yang ada dihadapan kita belum tentu suatu yang dapat dijadikan pegangan, sekalipun itu sesuatu yang terlihat baik. Karena penjajahan itu tidak lagi bentuk yang menyakitkan, ia bermetamorfosis menjadi sesuatu yang menurut kita baik dan bermanfaat. Mahasiswa yang baik akan kritis terhadap setiap perubahan, kejadian, dan informasi, dengan sikap tersebut kita dapat memahami apa yang harus kita kerjakan.
Sejauh
diri ini menginjakan kaki pada setiap lingkungan baru, akupun melihat orang
begitu suka bermain-main dengan lawan jenis, sebagian mereka menyukai wanita
cantik, sebagian yang lain menyukai pria tampan. Diantara mereka sebagian
menyukai wanita berharta, sebagian yang lain menyukai pria berharta, sebagian
kecil menyukai kesederhanaan, dan bagian kecil lainnya mendewakan kehormatan.
Tetapi kesemuanya menyukai keindahan.
Akupun terkadang masih sempat merasa takut dengan
kemiskinan, tetapi aku lebih merasa takut menjadi orang bodoh, aku takut tidak
dapat melakukan apapun untuk negeri ini, aku ingin terus belajar hingga aku
tidak sanggup bernafas lagi. Hidupku adalah untuk belajar. Hidupku adalah
petualangan mencari ilmu tentang Tuhan dari alam.
Bismillah, semoga kita menjadi generasi yang mampu
lebih banyak memahat prasasti-prasasti sejarah kemajuan intelektual bangsa yang
bermanfaat, Amiin.
Lihat juga :
Dunia = Imajinasi Otak
Bangsa Tukang Keplok
Fenomena Dunia
Lihat juga :
Dunia = Imajinasi Otak
Bangsa Tukang Keplok
Fenomena Dunia

Comments
Post a Comment