Ku sadari Burungku Kecil Sekali
Kali ini ane pengin
menceritakan isi dari buku keren yang berjudul “Catatan Harian Sang Penggoda
Indonesia” ini. Buku ini ditulis oleh Prie GS yang isinya meruapakan hasil
perenungannya sehari-hari dirinya. Buku ini dikemas dengan gaya bahasa yang sederhana
sehingga mudah dipahami oleh siapa saja yang membacanya, penuh humor tapi juga
penuh makna. Kejadian-kejadian yang ada didalamnya merupakan kejadian yang
mudah saja kita temukan disekitar kita atau bahkan kita sendiri pernah
mengalaminya.
Prie GS merupakan salah
satu budayawan ternama di Indonesia. Dia telah menerbitkan beberapa novel salah
satunya yang berjudul “Ipung!” *Aih, aku mau Pak menyusulmu membuat novel,
tunggu yaa, Pak Prie GS harus baca novel ku hahaha, Aamiiin. Prie GS mengawali
kariernya sebagai wartawan di Harian
Suara Merdeka Semarang. Dia pernah
memperdalam piano dan musik klasik, “Musik bukan jalan hidup saya” kata Prie
yang dikutip dari buku ini. Hingga kini ia menjadi kartunis dan pernah
melakukan pameran di Tokyo, Jepang, atas undangan The Japan Fondation. “kartun
menjadi rekreasi yang sehat untuk mental saya” katanya yang lagi-lagi dikutip
dari buku ini. Di Jepang, ia sempat berdiskusi satu meja dengan para komikus
dan animator top negeri itu.
Menjadi pengamat,
itulah kesukaan orang ini. “Mengamati apa saja. Paling asyik mengamati segenap
kelucuan dalam hidup” katanya dan tentunya dikutip lagi dari buku ini.
Pekerjaan yang kurang jelas itulah yang memberinya atribut budayawan. “Jadi
kalau pekerjaan Anda kurang jelas sebut saja sebagai budayawan,” tambahnya
sambil tergelak.
Dengan atribut itulah
Prie GS bisa masuk kesegenap wilayah dengan gayanya sendiri. Ia bisa berceramah
dengan gembira didepan anak-anak jalanan hingga eksekutif dan pengusaha di
hotel-hotel berbintang. Ia kini sibuk menjadi pembicara diseminar-seminar
lintas tema mulai dari politik, budaya, sosial, hingga bisnis. “Itulah kenapa
saya disebut budayawan, ngomong apa saja boleh!” katanya yang tak lupa dikutip
dibuku ini lagi. Humor memang hal yang tak terpisahkan dari tokoh ini. Merenung
sambil berhumor itulah yang mewarnai seluruh seminarnya.
Ia lebih suka menyebut
kontribusinya itu sebagai refleksi. “Refleksi bersama Prie GS” adalah talk show-nya di SmartFM yang disiarkan
di 11 kota di Indonesia, sebuah talk show yang oleh pendengarnya disebut sangat
menggoda. Oleh karenanya sebutan “Penggoda Indonesia” disematkan padanya. Refleksi
ini pernah juga ditayangkan di Indosiar
sebagai monolog dengan tajuk “Belajar dari Kisah”. Dalam refleksinya Prie GS
bisa secara mengejutkan bicara apa saja tentang soal-soal yang sering kita
lupakan. Karyanya, Sketsa Indonesia,
menggemparkan dunia karikatur radio di Indonesia. Kini Sang Penggoda menetap
dikota kelahirannya, Semarang.
Satu judul kutipan dari
buku ini yang aku share :
“Tiba-Tiba
Ku Sadari ‘Burungku’ Kecil Sekali”
Lagu burung camar
pernah begitu populernya sehingga membuat penyanyinya, Vina Panduwinata,
mendapat julukan seperti judul lagunya. Lagu-lagu dalam album, yang
aransemennya dikerjakan oleh Adie MS ini, pernah dipuji oleh dosen musik saya,
Kelly Puspita, pengubah Keroncong Tanah
Air, yang masyhur itu, sebuah lagu indah dengan orkesnya yang indah.
Tapi, lagu yang indah
itu, suatu hari cuma dimentahkan oleh anak-anak yang masih TK, entah bagaimana
ceitanya , sepulang sekolah ia telah kedapatan menyanyikan Burung Camar ini dengan gaya yang serta merta membuat ibunya marah.
Kemarahan sang ibu
sebetulnya cuma terletak pada sepenggal syair yang telah melesat begitu rupa.
Ketika telah sampai pada kata :
Tiba-tiba kusadari
Lagu burung
camar tadi..
Diubah menjadi :
Tiba-tiba
kusadari
Burungku kecil
sekali
Barang
kecil itulah yang membuat ibunya melotot marah, sementara si kecil melotot tak
mengerti. Anak itu sama sekali tak paham, bahwa dimata ibunya lagu itu telah
menajdi jorok dan dari manakah anak sekecil itu mendapat pelajaran jorok.
Ibu
yang marah segera mengomel sejadi-jadinya tentang bahaya pergaulan, tentang
sekolah yang tidak hanya menjadi tempat pelajaran tetapi juga tempat menyemai
lelucon-lelucon jorok. Dan bahkan anak sekecil itu sudah pula ikut-ikutan
tercemar. Ibu yang ngeri ini segera meminta dengan kemarahan, jangan
sekali-kali anak kesayangannya berani mengulang nyanyian joroknya itu. Jika
melanggar, sanksi berat akan dijatuhkan.
Sementara
istri saya baru mengancam, teman saya malah telah menghukum anaknya. Satu kata
jorok yang meluncur dari mulut si anak tanpa sengaja itu tak hanya membuat
bapaknya kaget, tetapi juga amat marah, sebagai ongkos kemarahannya, mulut si
anak ini segera diberangas dengan tamparan berkali-kali. Tamparan dengan target
yang jelas, membuat anak sakit, kapok, dan jika perlu trauma. Tujuannya jelas,
agar semua jenis kejorokan tidak keluar lagi dari mulut anaknya.
Target
yang berhasil. Sejak saat itu, teman ini menceritakan dengan bahagia, betapa
telah lenyap segala jenis kata jorok dari mulut anaknya. Sementara si teman itu
mulai tentram, saya justru mulai ngeri. Jika semua kesalahan anak berarti
pembrangasan, betapa anak-anak akan kehilangan separo masa kecilnya.
Mulut
itu bisa jadi aman dari kata-kata jorok, tetapi kata itu pasti akan segera
melesak kedalam hatinya. Ia kan memendamnya menjadi tumpukan karena
sehebat-hebatnya orang tua menutup kuping anaknya, akan jauh lebih banyak kata
yang masuk tanpa sengaja. Kata itu akan serupa udara, yang masuk dan keluarnya
harus disediakan kanal-kanalnya. Jika tidak, oksigen yang cuma bisa masuk tanpa
bisa keluar sebagai karbondioksida, pasti akan menajdi racun berbahaya.
Tidak
ada jaminan bahwa anak hanya akan mendapat kata-kata yang bagus, mulia, tentang
iman, akhlak, takwa, ibadah, derma, dan sejenisnya. Anak juga harus mendengar
sumpah serapah, kutukan, dan semua jenis nama-nama hewan yang ada dijalanan
maupun dikebun binatang. Kata-kata itu bisa jadi buruk. Tapi, anak juga harus
mengerti keburukan agar anak bisa berdamai dan mengelolanya. Dalam pengelolaan
ini, anak-anak tidak boleh dibiarkan tegang, tertekan, dan dipenjara dalam
aneka tabu-tabu.
Anak
harus memiliki kemampuan sublimasi, mengubah semua jenis kejorokan itu, sesuatu
yang dianggap racun itu menjadi tawar dan gembira. Jika ia hewan berbisa, bisa
itu telah dilenyapkan. Jika ia hewan buas, kebuasannya telah dijinakan. Karena
hanya ada dua cara untuk bisa bermain dengan macan : pertama menjinakan
kebuasannya, kedua mencabuti gigi dan kuku-kukunya secara paksa. Anak-anak
tidak perlu diajarkan metode yang kedua.
Dengan
begitu, biarlah anak-anak bermain dengan macan jika disekitar anak memang telah
menjadi rimba raya, menjadi serba buas dan penuh hewan berbahaya. Tak ada
jaminan bahwa sekarang ini kita tinggal difirdaus tempat sungai-sungai kecil
beriak, semak-semak berbunga, bukit-bukit biru berkabut dengan burung-burung
kecil berkicau dan kupu-kupu berkejaran.
Jika
anak hidup ditengah hewan buas, ajari ia tetap bergembira dan mengakrabi
kebuasan agar ia bisa berdamai bersamanya. Jadi, maafkanlah anak-anakmu,
biarkan sekali waktu ia berkata jorok secukupnya, jika kejorokan jenis itu
menyehatkan hati dan menggembirakan hidupnya. Hidup tak perlu suci jika ia cuma
berarti derita.
- End -
- End -
Ada
banyak perenungan Prie GS lainnya yang apabila kamu membacanya akan membuka
sudut pandang lain yang kamu tidak bisa menyangkanya sebulumnya. So, aku
rekomendasikan buku ini untuk kamu baca, karena makna yang disampaikan dalam
buku ini emang joss. So, happy reading yaa :-)

Comments
Post a Comment